Setiap saya sedang berkunjung ke rumah mbah saya di Solo, sarapan selalu menjadi rutinitas wajib (yang mana kalau di rumah sendiri saya jarang banget makan pagi). Pilihan sarapannya beragam dan instan, tinggal panggil penjaja makanan yang lewat rumah dan voila! Seporsi makanan berat pun tersaji untuk disantap.

Dari beberapa pilihan seperti nasi liwet dan nasi gudeg (yang saya post di sini), saya selalu suka memulai hari di Solo dengan sepincuk pecel ndeso.

Penjaja Pecel Ndeso Solo

IMG_2412 copy

Dilihat dari gambarnya, pecel ndeso ini beda dengan pecel biasa yang kita temui di Jakarta. Biasanya pecel ndeso ini disajikan dengan alas daun pisang (pincuk). Nasi merah yang berperan sebagai karbohidrat disandingkan dengan rebusan sayur mayur yang umumnya terdiri dari daun pepaya, daun singkong, toge, dan daun kenikir. Setelah itu, semuanya disiram dengan sambal pecel yang terbuat dari wijen hitam bercita rasa manis, gurih, dan pedas. Sambal wijen inilah yang menjadi favorit saya sepanjang masa!

Sebagai pendamping, disediakan beberapa lauk pauk, di antaranya adalah bongko dan gembrot. Makanan dengan nama yang lucu-lucu ini, terutama bagi saya yang tidak fasih berbicara Jawa, bisa dilihat di foto saya di atas, “nangkring” di atas sesayuran. Bongko terbuat dari parutan kelapa dan kacang merah, sedangkan gembrot terbuat dari parutan kelapa dan daun sembukan. Konon daun sembukan ini bisa menyebabkan kita memproduksi gas berlebih, hahaha.

Selesai semua tertata cantik di atas daun pisang, biasanya saya memakannya dengan kerupuk gendar (atau sering disebut karak) yang saya fungsikan sebagai pengganti sendok. Hmmmm!

@Pasar Legi, Kauman, Solo, 2011

Penjaja Pecel Ndeso Solo